26 Jul 2010
Hidupkanlah Kembali BUDAYA JAWA TENGAH: KEJAWEN #1
Hidupkanlah Kembali BUDAYA JAWA TENGAH: KEJAWEN #1: "09 Juli 2010 73 Tahun WO Ngesti Pandowo (1) Cicuk Sendiri Memimpin Anak Wayang Oleh Bambang Iss KALAU tidak karena kecintaan dan historik,..."
25 Jul 2010
KEJAWEN # 2
Pringgitan
10 Juli 2010
73 Tahun WO Ngesti Pandowo (2)
Dibanding Olahraga, Bantuan Pemerintah Terlalu Kecil
GEDUNG Ki Narto Sabdo yang dipakai pentas WO Ngesti Pandowo.
Oleh Bambang Iss
JIKA memang pemerintah provinsi Jateng membantu dana dari APBD, itu pun cuma Rp 33.600.000 pertahun. Ini terlalu kecil jika dibandngkan dana olahraga atau institusi kesenian lain misalnya Dewan Kesenian Semarang (Dekase) yang sampai Rp 200 juta lebih pertahun tapi tidak ketahuan kegiatannya.
Melihat kenyaaan itu pihak Ngesti Pandowo pun menerimanya dengan iklas. "Habis mau gimana? Kalau memang cuma segitu ya kami terima saja, bagaimana kita menggunakannya saja," kata Cicuk Sastro Sudirdjo. Maka ia pun banting tulang menutup biaya produksi setiap Sabtu malam di mana Ngesti Pandowo menggelar pertunjukannya. Caranya, menggantungkan pemasukan dari penonton.
Ikhwal penonton, pengelola WO ini pun mulai lega, karena sekarang semenjak setahun terakhir hampir setiap Sabtu malam, pegunjungnya selalu memenuhi kursi, paling tidak separuh kapasitas gedung terisi. Menurut Cicuk, jumlah ini cukup signifikan, karena tahun-tahun sebelumnya Ngesti selalu sepi pengunjung.
Masih soal penomntom, ketika mendengar khabar, bakal diberlakukan wajib tonton wayang untuk siswa SD oleh pemerintah kota, maka mata Cicuk pun berbinar cerah. "Tentu kami senang mendengar rencana itu. Kabarnya walikota Sukawi sudah setuju, tinggal pelaksanaan saja," kata lelaki ini.
Jika "wajib tonton" diberlakukan, maka pihak Ngesti segera melakukan persiapan, dengan mengadakan pentas dua kali dalam sehari, yakni hari Sabtu. Pertunjukan untuk anak sekolah dilaksanakan siang hari dengan durasi dan pemain lebih sedikit. Dilanjutkan malam harinya sebagai pentas reguler.
Sanggar tari.
Yang sekjarang menjadi persoalan para pengelola grup wayang orang adalah soal regenerasi para seniman wayangnya. Ngesti Pandowo juga merasakan kesulitan itu. Tapi pihaknya masih bisa berharap dari penyelenggara sanggar tari, yang diharapkan lulusannya bisa ikut di WO Ngesti Pandowo.
Beberapa sanggar ini antara lain Sanggar Yasa Budaya, Sanggar Antika, Pepetri (Persatuan Pelatih Tari) atau para mahasiswa Unnes Semarang jurusan seni tari. "Ya, akhirnya kami menggantunkan dari para sanggar itu untuk proses regenerasi," kata Cicuk.
Meski tidak signifikan, tapi dewasa ini Ngesti Pandowo sering menampilkan para pemain muda, bahkan untuk peran-perang penting. Ada beberapa nama dDi antaranya Maya, Fain, Paminto atau Agung Ciptoningtyas.
Mereka diharapkan akan menjadi pemain besar bahkan bisa membawa nama Ngesti Pandowo, menggantikan para seniornya seperti Dinar atau Sumarbagyo yang pernah menjadi ikonnya Nesti Pandowo. Sama seperti nama (alm) Rusman dan Darsi yang pernah menjadi bintang di WO Sriwedari Solo atau nama Kenthus dan Kies Slamet untuk WO Barata Jakarta. (Habis
10 Juli 2010
73 Tahun WO Ngesti Pandowo (2)
Dibanding Olahraga, Bantuan Pemerintah Terlalu Kecil
GEDUNG Ki Narto Sabdo yang dipakai pentas WO Ngesti Pandowo.
Oleh Bambang Iss
JIKA memang pemerintah provinsi Jateng membantu dana dari APBD, itu pun cuma Rp 33.600.000 pertahun. Ini terlalu kecil jika dibandngkan dana olahraga atau institusi kesenian lain misalnya Dewan Kesenian Semarang (Dekase) yang sampai Rp 200 juta lebih pertahun tapi tidak ketahuan kegiatannya.
Melihat kenyaaan itu pihak Ngesti Pandowo pun menerimanya dengan iklas. "Habis mau gimana? Kalau memang cuma segitu ya kami terima saja, bagaimana kita menggunakannya saja," kata Cicuk Sastro Sudirdjo. Maka ia pun banting tulang menutup biaya produksi setiap Sabtu malam di mana Ngesti Pandowo menggelar pertunjukannya. Caranya, menggantungkan pemasukan dari penonton.
Ikhwal penonton, pengelola WO ini pun mulai lega, karena sekarang semenjak setahun terakhir hampir setiap Sabtu malam, pegunjungnya selalu memenuhi kursi, paling tidak separuh kapasitas gedung terisi. Menurut Cicuk, jumlah ini cukup signifikan, karena tahun-tahun sebelumnya Ngesti selalu sepi pengunjung.
Masih soal penomntom, ketika mendengar khabar, bakal diberlakukan wajib tonton wayang untuk siswa SD oleh pemerintah kota, maka mata Cicuk pun berbinar cerah. "Tentu kami senang mendengar rencana itu. Kabarnya walikota Sukawi sudah setuju, tinggal pelaksanaan saja," kata lelaki ini.
Jika "wajib tonton" diberlakukan, maka pihak Ngesti segera melakukan persiapan, dengan mengadakan pentas dua kali dalam sehari, yakni hari Sabtu. Pertunjukan untuk anak sekolah dilaksanakan siang hari dengan durasi dan pemain lebih sedikit. Dilanjutkan malam harinya sebagai pentas reguler.
Sanggar tari.
Yang sekjarang menjadi persoalan para pengelola grup wayang orang adalah soal regenerasi para seniman wayangnya. Ngesti Pandowo juga merasakan kesulitan itu. Tapi pihaknya masih bisa berharap dari penyelenggara sanggar tari, yang diharapkan lulusannya bisa ikut di WO Ngesti Pandowo.
Beberapa sanggar ini antara lain Sanggar Yasa Budaya, Sanggar Antika, Pepetri (Persatuan Pelatih Tari) atau para mahasiswa Unnes Semarang jurusan seni tari. "Ya, akhirnya kami menggantunkan dari para sanggar itu untuk proses regenerasi," kata Cicuk.
Meski tidak signifikan, tapi dewasa ini Ngesti Pandowo sering menampilkan para pemain muda, bahkan untuk peran-perang penting. Ada beberapa nama dDi antaranya Maya, Fain, Paminto atau Agung Ciptoningtyas.
Mereka diharapkan akan menjadi pemain besar bahkan bisa membawa nama Ngesti Pandowo, menggantikan para seniornya seperti Dinar atau Sumarbagyo yang pernah menjadi ikonnya Nesti Pandowo. Sama seperti nama (alm) Rusman dan Darsi yang pernah menjadi bintang di WO Sriwedari Solo atau nama Kenthus dan Kies Slamet untuk WO Barata Jakarta. (Habis
KEJAWEN #1
09 Juli 2010
73 Tahun WO Ngesti Pandowo (1)
Cicuk Sendiri Memimpin Anak Wayang
Oleh Bambang Iss
KALAU tidak karena kecintaan dan historik, mungkin sudah kemarin-kemarin Cicuk Sastro Sudirdjo menyudahi grup wayang orang (WO) Ngesti pandowo. Kelompok pertunjukan tradisional yang saat ini masih berdiri di Semarang itu adalah satu dari segelintir kelompok wayang orang di republik ini, yakni Sriwedari (Solo) dan Barata (Jakarta).
Ketika memimpin seniman tradisi pun Cicuk memilih berjuang sendiri, bukan mau one man show, tapi menyadari bahwa mengurus seniman itu susah, maka ia tak mau orang lain ikut kerepotan. Lihat saja, dari manajemen, urusan kreatif, marketing semuanya ditangani lelaki kelahiran Solo 18 Juli 1956 ini.
Soal kepuasan materi? Jangan bermimpi mendapatkan keuntungan materi jika mengelola wayang orang "Kalau kepuasan batin mungkin iya. Jika penontonannya banyak, gedung penuh, wah di situ kepuasan saya," kata Cicuk.
Cicuk memimpin Ngesti Pandowo sejak 2004. Dia meneruskan 5 kepemimpinan di imperium ini, setelah sebelumnya dijabat pertamakali oleh Sastro Sabdo, lantas dilanjutkan Sastro Sudirdjo, Narto Sabdo, Mashuri dan Ani Sukanti.
Di masa perjuangan dulu, Ngesti Pandowo juga penuh perjuangan. Sejak berdiri 1937 Ngesti Pandowo berpentas kelilingan di berbagai kota di Jawa Tengah. Itu dilakukan dari tahun 1937 sampai 1954. Atas kebaikan Gubernur Hadi Subeno grup ini dipinjami tempat di gedung GRIS jalan Pemuda Semarang.
Deposito bank.
Ketika GRIS digusur tahun 1996, Ngesti Pandowo pun ikut digusur dengan pesangon Rp 500 juta tanpa jaminan tempat. "Pesangon itu lantas kami simpan di bank dan bunga deposito kami pakai untuk menyewa gedung pertunjukan," cerita Cicuk.
Misalnya setelah sempat menempati salah satu gedung di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) (1997) WO ini sempat terhenti salama setahun. Dari uang bunga bank, WO ini mengontrak salah satu gedung di pusat hiburan rakyat Istana Majapahit. "Kami mengontrak tempat setahun 3 juta di sana," kata Cicuk yang lahir dari pasangan seniman wayang Sastro Sudirdjo dan Mulyani ini.
Kini WO Ngesti Pandowo menempati gedung Ki Narto Sabdo di Kompleks TBRS jalan Sriwijaya, dengan status pinjam pakai. "Kewajiban kami hanya merawat gedung, dengan mengambil dana dari bantuan pemerintah tiap tahunnya," kata Cicuk.
Beruntung, kini Ngesti Pandowo mulai banyaj dilirik orang. Bantuan dana dari pemprov Jateng pun masih bisa dirakasakan. Berbagai pihakkbanyak yang mengajak kerjasama, misalnya pentas bersama. Sepeti bulan Juli ini Ngesti Pandowo menyiapkan pertunjukan spesial dalam rangka ulang tahunnya yang ke 73. (Bersambung)
73 Tahun WO Ngesti Pandowo (1)
Cicuk Sendiri Memimpin Anak Wayang
Oleh Bambang Iss
KALAU tidak karena kecintaan dan historik, mungkin sudah kemarin-kemarin Cicuk Sastro Sudirdjo menyudahi grup wayang orang (WO) Ngesti pandowo. Kelompok pertunjukan tradisional yang saat ini masih berdiri di Semarang itu adalah satu dari segelintir kelompok wayang orang di republik ini, yakni Sriwedari (Solo) dan Barata (Jakarta).
Ketika memimpin seniman tradisi pun Cicuk memilih berjuang sendiri, bukan mau one man show, tapi menyadari bahwa mengurus seniman itu susah, maka ia tak mau orang lain ikut kerepotan. Lihat saja, dari manajemen, urusan kreatif, marketing semuanya ditangani lelaki kelahiran Solo 18 Juli 1956 ini.
Soal kepuasan materi? Jangan bermimpi mendapatkan keuntungan materi jika mengelola wayang orang "Kalau kepuasan batin mungkin iya. Jika penontonannya banyak, gedung penuh, wah di situ kepuasan saya," kata Cicuk.
Cicuk memimpin Ngesti Pandowo sejak 2004. Dia meneruskan 5 kepemimpinan di imperium ini, setelah sebelumnya dijabat pertamakali oleh Sastro Sabdo, lantas dilanjutkan Sastro Sudirdjo, Narto Sabdo, Mashuri dan Ani Sukanti.
Di masa perjuangan dulu, Ngesti Pandowo juga penuh perjuangan. Sejak berdiri 1937 Ngesti Pandowo berpentas kelilingan di berbagai kota di Jawa Tengah. Itu dilakukan dari tahun 1937 sampai 1954. Atas kebaikan Gubernur Hadi Subeno grup ini dipinjami tempat di gedung GRIS jalan Pemuda Semarang.
Deposito bank.
Ketika GRIS digusur tahun 1996, Ngesti Pandowo pun ikut digusur dengan pesangon Rp 500 juta tanpa jaminan tempat. "Pesangon itu lantas kami simpan di bank dan bunga deposito kami pakai untuk menyewa gedung pertunjukan," cerita Cicuk.
Misalnya setelah sempat menempati salah satu gedung di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) (1997) WO ini sempat terhenti salama setahun. Dari uang bunga bank, WO ini mengontrak salah satu gedung di pusat hiburan rakyat Istana Majapahit. "Kami mengontrak tempat setahun 3 juta di sana," kata Cicuk yang lahir dari pasangan seniman wayang Sastro Sudirdjo dan Mulyani ini.
Kini WO Ngesti Pandowo menempati gedung Ki Narto Sabdo di Kompleks TBRS jalan Sriwijaya, dengan status pinjam pakai. "Kewajiban kami hanya merawat gedung, dengan mengambil dana dari bantuan pemerintah tiap tahunnya," kata Cicuk.
Beruntung, kini Ngesti Pandowo mulai banyaj dilirik orang. Bantuan dana dari pemprov Jateng pun masih bisa dirakasakan. Berbagai pihakkbanyak yang mengajak kerjasama, misalnya pentas bersama. Sepeti bulan Juli ini Ngesti Pandowo menyiapkan pertunjukan spesial dalam rangka ulang tahunnya yang ke 73. (Bersambung)
Langganan:
Postingan (Atom)
W.O.Ngesti Pandowo
OELTAH W.O Ngesti Pandowo (73 thun)
About Me
- Prajurit seneng Guyon
- semarang, semarang, Indonesia
- Ternyata Gedung GRIS Semarang di gusur dan d bongkar hanya karena membangun "Mall Paragon", kenapa budaya Jawa Tengah (W.O Ngesti Pandowo) harus di kalahkan dengan bangunan tersebut .apakah Indoneisa masih mmpunyai budaya yang telah tersingkirkan ini??? dan apkah pemeritah Indonesia kususnya semarang ini masih peduli pada budaya yag adiluhung (bdaya dari nenek moyang kita sndiri)??? AYO KITA PELIHARA BUDAYA KITA SENDIRI & MAJUKAN NEGARA KITA "SURO DIRO JAYANINGRAT LEBUR DINING PANGASTUTI - HAYU HAYU RAHAYU" NISKOLO.